Sabtu, 11 Agustus 2012

SALAHUDDIN AL-AYUBI




“Anakku, jangan tumpahkan darah…
sebab darah yang terpercik tak akan tertidur”.
Wasiat Shalahuddin al-Ayyubii kepada anaknya, azh-Zhahir, menjelang wafat.
“Di Eropa, dia telah menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan kaum ksatria”.
Philip K. Hitti dalam History of the Arabs.

Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi (atau lebih dikenal sebagai Saladin di dunia barat) hampir menjadi legenda di perang Salib. Ia tidak hanya dikenal sebagai pahlawan yang berhasil memporak-porandakan barisan pasukan Salib yang dikirim dari Eropa untuk merebut Jerussalem dari tangan umat Islam, tapi juga dikenal karena kebaikan hati, kedermawanan dan sifat pemaaf selama Perang Salib berlangsung.
Dikisahkan bahwa ketika ekspedisi pasukan Salib ketika tengah menyerang Jerussalem, pemimpin pasukan Salib, Richard Lion Heart (Richard Si Hati Singa) sakit. Tapi Shalahuddin memperlakukannya dengan luar biasa ramah, ia mengirimi Richard buah-buahan segar dan mengutus seorang dokter khusus dari Damaskus untuk mnangani penyakit Richard. Setelah Richard sembuh, pertempuran dilanjutkan kembali.
Richard rupanya tidak begitu saja melupakan kebaikan Shalahuddin, ia lalu mengawinkan saudarinya dengan al-Malik al-’Adil, saudara Shalahuddin. Keputusan ini membuat Richard dikecam habis-habisan oleh gereja dan diturunkan dari jabatannya. Kebaikan-kebaikan Shalahuddin membuat ia tidak hanya dikenal sebagai ikon perdamaian di dunia Islam (timur), melainkan juga di dunia Barat.
Shalahuddin juga dikenal sebagai seorang ulama. Ia diketahui pernah memberi catatan kaki (ta’lîq) dan berbagai penjelasan dalam kitab Sunan Abî Dâwud. Ia juga sangat menghargai ilmu pengetahuan. Pada masanya, lahir seorang Yahudi yang bernama Musa bin Maimun (Maimonedes), dokter pribadi Shalahudin yang juga menguasai filsafat. Pemikiran Maimonedes inilah yang saat ini ditengarai banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran Spinoza dan Immanuel Kant.
Hal ini yang pernah ia lakukan untuk umat Islam adalah membudayakan perayaan Maulid Nabi Muhammad .   . Tradisi maulid nabi ini lahir dalam momen Perang Salib dan ditujukan untuk memompa semangat persatuan Islam.

Masa Kecil
          Shalahuddin dilahirkan dari keluarga suku Kurdi di tikrit (140 km barat laut Kota Baghdad), dekat sungai Tigris pada tahun 532 H atau 1138 M. Ia sendiri terlahir dengan nama Yusuf, gelar Shalahuddin diberikan sebagai bentuk penghormatan terhadap dedikasinya yang tinggi terhadap agama.
          Shalahuddin lahir di benteng kota Tikrit (Irak) ketika ayahnya, Najmuddin Ayyub menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, ayah Shalahuddin mengabdi kepada ‘Imaduddin Zanki, gubernur Seljuk untuk Kota Mosul, Irak.
          Ketika Dinasti Seljuk berhasil merebut wilayah Ba’albek, Lebanon, tahun 534 H/      1139 M, Najmuddin Ayyub diangkat menjadi gubernur di wilayah tersebut. Dia menjadi pembantu dekat Raja Suriah, ‘Imaduddin Zanki, sampai ia terbunuh pada tahun 514 H dan digantikan oleh putranya, Nuruddin Mahmud Zanki. Selama di Ba’albek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni ilmu teknik dan strategi perang. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari ilmu-ilmu agama selama sepuluh tahun, di lingkungan istana Nuruddin.

Dari Damaskus Menuju Mesir (Karir Politik)
           Karir politik Shalahuddin dimulai pada tahun 559 H (1164 M). Waktu itu, Nuruddin Zanki mengutus sepasukan tentara di bawah pimpinan paman Shalahuddin, Asaduddin Syirkuh, demi memenuhi undangan al-‘Adhid li Dinillah, khalifah Dinasti Fathimiyyah di Mesir yang waktu itu sedang terancam bahaya penyerbuan pasukan Salib. Shalahuddin sendiri merupakan salah satu pasukan yang bergabung di dalamnya.
          Situasi politik Dinasti Fathimiyyah yang carut marut membuat perjuangan Asaduddin bersama kemenakannya, Shalahuddin, menjadi sangat berat. Yang harus mereka hadapi bukan hanya sepasukan Salib Eropa yang cukup berhasrat untuk menguasai Mesir, melainkan juga konspirasi Syawar, wazir (perdana menteri) Dinasti Fathimiyyah yang rupanya kurang menyukai keterlibatan mereka di Mesir.
          Setelah melalui perjuangan yang cukup berat, Asaduddin Syirkuh akhirnya juga berhasil meredam segala kekacauan yang merintangi perjuangannya di Mesir dan membunuh Syawar, lawan politiknya yang licik, hingga ia diangkat menjadi wazir Dinasti Fathimiyyah oleh al-‘Adhid pada tahun 564 H (1169 M). Adanya perbedaan ideologi antara Asaduddin yang Sunni dengan keluarga Fathimiyyah yang Syi’ah tidak menjadi hambatan bagi Asaduddin. Ia tetap menerima jabatan tersebut.
          Akan tetapi belum tiga bulan menjabat sebagi wazir, Asaduddin Syirkuh wafat. Ia pun digantikan oleh Shalahuddin. Dari sini kecakapan Shalahuddin sebagai seorang politikus ulung mulai tampak.
          Belum lama menjabat sebagai wazir, Shalahuddin sudah harus menghadapi 50.000 tentara Fathimiyyah asal Sudan yang memberontak. Mereka juga bersekongkol dengan pasukan Salib yang kemudian berkoalisi dengan pasukan Romawi untuk menyerang Mesir, mengirimkan 200 armada perang yang mendarat di pantai Dimyath dan mengepung kota itu.
          Shalahuddin yang saat itu sedang meredam pemberontakan tentara asal Sudan, akhirnya meminta bantuan Nuruddin Zanki di Syam untuk menghadapi koalisi pasukan Salib dan Romawi dengan 200 armadanya yang menyeberang lewat sungai Nil.
          Dengan kharisma yang ia miliki, Shalahuddin mampu menggerakkan penduduk Dimyath untuk berjuang membela tanah tumpah darah mereka dengan gagah berani. Tentara Shalahuddin menyalakan api pada rakit-rakit di atas sungai Nil untuk membakar kapal perang pasukan Salib dan menutup jalannya dengan membentangkan rantai di antara kedua tepi sungai Nil. Akibatnya, hari demi hari pasukan Salib mengalami kerugisn sehingga mereka memutuskan untuk menarik diri dari Mesir.

Pendiri Dinasti Ayyubiyyah
           Kemenangan telak atas pasukan Salib di Dimyath membuat nama Shalahuddin semakin populer, ia semakin dicintai oleh penduduk Mesir. Namun sebagai seorang yang berideologi Sunni, ia merasa kesulitan ketika harus beradaptasi dengan budaya Syi’ah yang sudah mengakar kuat di Mesir.
          Salah satunya adalah penyebutan nama Khalifah Fathimiyyah di masjid-masjid pada waktu khuthbah Jum’at. Tradisi ini mulai diberlakukan sejak pertama kali Dinasti Fathimiyyah menguasai Mesir dan masih terus berlanjut sampai masa Shalahuddin menjabat sebagai wazir, meski kenyataannya, mayoritas penduduk Mesir sendiri berideologi Sunni.
          Sampai pada hari Jum’at, 2 Muharram 567 H/ 1172 M, Shalahuddin akhirnya memutuskan untuk menghentikan penyebutan nama Khalifah Fathimiyyah, al-‘Adhid, dan menggantinya dengan menyebut dan menyanjung nama Khalifah Abbasiyyah, al-Mustadhi’. Dengan demikian, Mesir kembali bermazhab Sunni dan mazhab Syi’ah secara resmi dihapus.
          Situasi ini secara keseluruhan semakin menyudutkan posisi al-‘Adhid, hingga tepat pada hari ‘Asyura’ (10 Muharam, hari raya terbesar Syi’ah) tahun 567 H, ia bunuh diri dengan menelan batu cicncin intan. Kematian al-‘Adhid ini sekaligus mengakhiri masa pemerintahan Dinasti Fathimiyyah di Mesir yang dimulai sejak tahun 358 H. Dengan kematian al-‘Adhid, Shalahuddin resmi menjadi penguasa tunggal di Mesir, sekalipun masih tetap bernaung di bawah kekuasaan Nuruddin Zanki di Damaskus.
          Pada tahun 569 H, Nuruddin Mahmud Zanki wafat dan digantikan oleh putranya al-Malik ash-Shalih Isma’il. Namun al-Malik ash-Shalih kerap berselisih dengan Shalahuddin akibat usaha para wazirnya yang kerap merendahkan martabat Shalahuddin.
          Nama Shalahuddin tampaknya lebih populer bagi penduduk Damaskus. Oleh karena itu, Shalahuddin kemudian diundang untuk menguasai Damaskus dan merebutnya dari tangan al-Malik ash-Shalih. Shalahuddin pun mengerahkan pasukannya ke kota itu dan merebutnya tanpa perlawanan berarti. Setelah itu, ia menaklukan Himsh, Moshul (572 H) dan Halab (579 H), serta membuat sebuah koalisi kekuatan Islam yang tangguh di bawah bendera Dinasti Ayyubiyyah. Dinasti ini berkuasa di Mesir dan sekitarnya (mencakup Syria, Hijaz, sebagian Yaman, Irak dan Diyar Bakr) selama kurang lebih 90 tahun.

Merebut Kembali Jerussalem
          Kekalahan demi kekalahan yang diderita pasukan Salib di Timur Tengah membuat kekuatan mereka semakin melemah. Hingga tahun 579 H, pasukan Salib mengadakan perjanjian damai dengan Shalahuddin. Shalahuddin pun menyetujuinya.
          Tak lama berselang,mereka mulai berani melanggar perjanjian. Adalah Arnoth, komandan pasukan Salib daerah Karak (tenggara Laut Mati) yang memulainya. Ia bergerak bersama pasukannya yang besar dan merampok rombongan Jamaah Haji ke Baitullah. Mereka menawan para jemaah tersebut dan merampas harta mereka yang mencapai 200.000 dinar.
          Ambisi pasukan Salib ini semakin menjadi-jadi, mereka lalu bergerak mengerahkan armada laut di Laut Merah dan menyerang pelabuhan-pelabuhan perdagangan di Mesir. Setelah itu mereka melanjutkan penyerangan mereka ke Mekkah dan Madinah, dua kota suci umat Islam. Di sana mereka membuat huru hara hingga penduduk setempat ketakutan dan meyakini bahwa orang-orang kafir telah kembali ke Jazirah Arab yang berarti saat kiamat telah tiba.
          Shalahuddin mengutus saudaranya, al-‘Adil bin Ayyub bersama sepasukan tentara untuk berlabuh dan mengepung kapal-kapal musuh lalu membakarnya. Pasukan al-‘Adil dapat menaklukan pasukan Salib dengan mudah di kota Yanbu’ serta membunuh dan menawan mereka. Para tawanan itu kemudian dibawa ke Mesir dalam keadaan terikat dan dipertontonkan di jalan-jalan Kairo.
          Akan tetapi Arnoth, sang komandan dapat melarikan diri. Tak lama berselang, ia kembali menyerang rombongan jamaah haji Mesir yang berangkat ke Hijaz. Hal ini membuat Shalahuddin marah, ia lalu mengajak semua penduduk wilayah kekuasaanya, Mesir dan Syria untuk berjihad, dan membentuk pasukan Islam yang besar dan menggerakannya dari Damaskus ke Karak.
          Koalisi pasukan Islam asal Mesir dan Syria yang dibentuk Shalahuddin akhirnya betul-betul menunjukkan semangat jihad mereka yang membara, dalam waktu yang sangat singkat (pada tahun 583 H/ 1187 M), mereka berhasil menaklukan hampir seluruh daerah kekuasaan pasukan Salib di daerah Timur Tengah. Ada sekitar 50 kota dan desa yang berhasil direbut kembali dari tangan pasukan Salib pada tahun itu. Kekuatan pasukan Salib dibabat habis. Puncaknya terjadi dalam perang Hiththin (bulan Rabiul Awal), di mana pasukan Salib dihancurkan dan pasukan yang selamat hanya sekitar 150 orang saja.
          Beberapa saat setelah perang Hiththin, pasukan Shalahuddin bergerak menuju Baitul Maqdis dan mengepung kota suci ketiga umat Islam itu selama satu pekan. Tepat pada 27 Rajab 583 H (bertepatan dengan tanggal Isra’ dan Mi’raj Rasulullah    ), Shalahuddin memasuki Baitul Maqdis setelah pasukan Salib yang menguasai kota itu sejak 392 H menyerah.
                    Shalahuddin memasuki Baitul Maqdis dengan damai, tanpa pertumpahan darah. Tak terbersit sedikitpun dendam untuk membalas kekejaman pasukan Salib yang membantai sekitar 70.000 kaum muslimin ketika mereka merebut Baitul Maqdis pada 392 H/ 1099 M.
          Kekalahan pasukan Salib ini membuat orang-orang Eropa merasa terhina. Terlebih setelah kerajaan Baitul Maqdis di Jerussalem yang mereka banggakan berhasil direbut kembali oleh umat Islam. Oleh karena itu, pada tahun 586 H/ 1190 M, raja-raja Eropa membentuk pasukan-pasukan besar yang dipimpin oleh Richard Lion Heart, raja Inggris, Philip II, Raja Prancis, dan Fredrick Barbarusa, Raja Jerman, untuk menyerang Jerussalem.
          Ekspedisi perang Salib ketiga ini berangkat dan mulai menyerang Jerussalem dengan gencar. Namun hingga dua tahun berperang di daerah Akka, tak ada pihak yang menang hingga digagaslah perjanjian damai antara kedua belah pihak.
          Pada tahun 588 H (tepatnya 1 September 1192), perjanjian antara kedua belah pihak ditandatangani oleh Shalahuddin dan Richard Lion Heart. Ada tiga poin penting dalam perjanjian yang digelar di Ramallah, Palestina ini. Pertama, Jerussalem menjadi milik umat Islam, namun umat Kristiani tetap diperbolehkan berziarah. Kedua, pasukan Salib tetap menguasai daerah pantai Syria dan Tyre sampai Jaffa. Ketiga, umat Islam harus mengembalikan harta rampasan yang mereka peroleh dari umat Kristen.

Wafat
           Enam bulan setelah penandatanganan perjanjian di Ramallah, Shalahuddin al-Ayyubi wafat menghadap Sang Pencipta. Beliau meninggal di Damaskus dalam usia 57 tahun pada bulan Shafar 589 H ( 4 Maret 1193 M), tidak lama setelah jatuh sakit.
          Diantara putra Shalahuddin yang meneruskan perjuangannya adalah al-Aziz Utsman (al-Aziz Billah), putra bungsunya yang menjabat sebagai gubernur di Mesir, al-Afdhal (Gubernur Damaskus) dan al-Muzhaffar (Gubernur Halab).
          Shalahuddin al-Ayyubi wafat dengan hanya meninggalkan baju perang, kuda, serta uang sebesar 1 dinar dan 36 dirham, jumlah yang tidak cukup bahkan untuk sekedar membiayai pemakamannya sendiri. Saat ini pusaranya berada di sebuah ruangan khusus di belakang masjid Umayyah di Damaskus, Syria.





KESATRIA PADANG PASIR


Salahuddin al Ayubi
Salahuddin al Ayubi
Ada dua kesan yang menyebabkan Salahuddindipandang sebagai kesatria sejati, baik oleh kawan maupun lawan. Pertama adalah soal kepiawaiannya dalam taktik pertempuran. Kedua tentang kesalehan dan kemurah hatiannya.
Bulan Juli 1192, sepasukan muslim menggerebek 12 tenda prajurit kristen, termasuk tenda kerajaan RajaRichard I, di luar benteng kota JaffaRichard yang terusik segera bangun dan bersiap bertempur. Pasukannya kalah jumlah, 1:4. Tak peduli, Richard berjalan kaki mengikuti pasukannya menyongsong musuh.
Salahuddin yang melihatnya, berguman dengan tenang pada saudaranya, al-Malik al-Adil, “Bagaimana mungkin seorang raja berjalan kaki bersama prajuritnya? Pergilah, ambil dua kuda Arab ini dan berikan padanya. Katakan padanya, aku yang mengirimkan untuknya. Seorang laki-laki sehebat dia tidak seharusnya berada di tempat ini dengan berjalan kaki.”
Fragmen di atas dicatat sejarawan kristen dan muslim sebagai salah satu pencapaian tertinggi Salahuddin Al Ayubi sebagai seorang ksatria. Walau berada di atas angin, dia tetap menginginkan pertempuran yang adil bagi setup musuhnya.
Suriah-Mesir
Salahuddin dalam lukisan kepingan uang Dirham
Salahuddin dalam lukisan kepingan uang Dirham
Salahuddin lahir di sebuah kastil di Takreet, tepi SungaiTigris di Irak pada tahun 1137 Masehi atau 532Hijriyah. Name aslinya adalah Salah al-Din Yusuf bin Ayub. Ayahnya, Najm ad-Din masih keturunan Kurdi dan menjadi pengelola kastil tersebut bersama adiknya, Shirkuh.
Pada saat menjelang kelahirannya, terjadi peristiwa sedih dalam keluarga besarnya. Shirkuhbertengkar dan kemudian membunuh komandan gerbang kastil yang bernama Isfahsalar.Shirkuh mendapat laporan dari seorang wanita yang telah dilecehkansfahsalar. Akibat peristiwa tersebut, keluarga besar Najm ad-Dindiusir.
Mereka kemudian bertolak ke Mosul. Di Mosul, mereka bertemu dan membantu Zangi, seorangpemimpin Arab yang mencoba menyatukan wilayah Islam yang tercerai-berai dalam beberapa wilayah kerajaan kecil seperti Suriah, Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yerusalem dan DamaskusZangi yang beraliran Sunni berhasil menjadi penguasa di seluruh Suriah dan bersiap menghadapi serbuan Tentara Salib dari Eropa yang saat itu sudah mulai memasuki tanah Palestina.
KHARISMA - Walaupun menjadi lawan, orang Eropa mengakui Salahuddin sebagai Sultan yang sangat berkuasa. Dalam gambar yang dibuat pelukis Eropa, tampak Salahuddin menggenggam bola dunia. Lambang bahwa Salahuddin sangat berkuasa
KHARISMA - Walaupun menjadi lawan, orang Eropa mengakui Salahuddin sebagai Sultan yang sangat berkuasa. Dalam gambar yang dibuat pelukis Eropa, tampak Salahuddin menggenggam bola dunia. Lambang bahwa Salahuddin sangat berkuasa
Zangi meninggal tahun 1146 setelah menundukkan Edessa, sebuah propinsi pendukung Eropa, dan kemudian digantikan oleh Nuruddin. Di bawah bimbingan Zangi danNuruddin, pelan-pelan Salahuddinyang bertubuh kecil, rendah hati, santun, penuh belas kasih namun juga cerdas ini menemukan jalan hidupnya.
Pada tahun 1163, Nuruddin mengutus Shirkuh untuk menundukkan Mesir yang dipimpin kekhalifahan Fatimah yang beraIiranSyi’ah. Setelah mencoba kelima kalinya, Shirkuh berhasil menundukkan Mesir tanggal 8 Januari 1189. Namun dua bulan kemudian, dia meninggal secara mendadak dan diperkirakan diracun.
Nuruddin kemudian mengangkatSalahuddin menggantikan Shirkuh. Salahuddin dianggap masih sebagai bocah yang lembek dan lemah sehingga mudah dikontrol.Nurruddin tentu tidak mempunyai pesaing kuat yang mempunyai kekuasaan besar di Kairo. Namun prediksi Nuruddin ternyata salah.
Salahuddin segera mengorganisir pasukan dengan mengembangkan perekonomian untuk menghadapi serbuan balatentara Salib yang ingin merebut Mesir. Dalam kurun waktu 1169 hingga 1174 itu, Mesir di bawah pimpinan Salahuddin menjelma menjadi kerajaan yang kuat. Serbuan tentara Salib berkali-kali dapat dipatahkan. Namun kegemilangan Salahuddin malah membuat Nuruddin khawatir. Hubungan keduanya memburuk dan pada tahun 1174 itu Nuruddin mengirim pasukan untuk menundukkan Mesir.
Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Saat armadanya tengah dalam perjalanan, Nuruddin meninggal dunia pada ranggal 15 Mei. Kekuasaan diserahkan pada putranya yang barn berusia 11 tahun. Pertempuran urung terjadi. Bahkan Salahuddin berangkat menuju Damaskus untuk menyampaikan belasungkawa. Kedatangannya dielu-elukan dan diharapkan mau merebut kekuasaan. Namun Salahuddin yang santun malah berniat menyerahkan kekuasaan pada raja yang masih belia namun sah.
Ketika raja belia tersebut tiba-tiba juga sakit dan meninggal dunia, mau tak mau Salahuddin diangkat menjadi Sultan bagi kekhalifahan Suriah dan Mesir, pada tahun 1175.

Hattin

Pada waktu Salahuddin berkuasa, Perang Salib telah memasuki fase kedua. Walaupun tentara Salib berhasil menguasai kola suciYerusalem (Perang Salib fase pertama), namun mereka tidak berhasil menaklukkan Damaskus dan Kairo. Bahkan Zangi berhasil membebaskan Edessa yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Eropa. Kekuatan Muslim sedang menuju (alan kemenangan, menurut sejarawan Arab.
Dengan menguasai Mesir dan Suriah, Palestine. Ketika dinobatkan menjadi Sultan, Salahuddin berujar, ” Saat Tuhan memberiku Mesir, aku yakin Dia juga akan memberiku Palestina! Namun seat itu antaraSalahuddin dan Raja Yerusalem, Guy de Lusignan mengadakan gencatan senjata.
Fase ketiga Perang Salib dipicu penyerangan rombongan peziarah dari Kairo yang hendak menuju Damaskus oleh Reginald de Chattillon, penguasa kastil di Kerak yang juga merupakan bagian dari kerajaan Yerusalem. Kafilah yang hendak menunaikan haji ini juga membawa saudara perempuan Salahuddin. Pengawal kafilah dibantai dan anggota rombongan ditahan, termasuk saudara perempuanSalahuddin. Dengan demikian, gencatan senjata berakhir dan Salahuddin sangat murka.
Pada Mares 1187, setelah bulan suci Ramadhan, Salahuddinmenyerukan Jihad. Pasukan muslim mulai bergerak, menaklukkan satu persatu benteng-benteng pasukan kristen. Puncak kegemilangan Salahuddin terjadi pada pertempuran di kawasan Hattin.
Tangga13 Juli yang kering, 25.000 tentara muslim mengepung tentara kristen yang berjumlah sedikit lebih besar, di daerah pegunungan Hattin yang menyerupai tanduk. Pasukan muslim terdiri dari 12.000 kavaleri dan sisanya infanteri. Kavaleri mereka yang merupakan pasukan utama, menunggang kuda Yaman yang gesit. Mereka juga menggunakan pakaian katun ringan yang disebut kazaghand, untuk meminimalisir pangs terik padang pasir. Mereka terorganisir dengan baik, karena menggunakan bahasa yang same yaitu bahasa Arab. Dengan dibagi dalam skadron-skadron kecil, mereka menggunakan taktik hit and run.
Sementara pasukan kristen dibagi dalam tiga bagian. Bagian depan pasukan terdiri dari ordo (kristen) Hospitaler yang dipimpin Raymonddari Tripoli. Bagian tengah terdiri dari batalion kerajaan yang dipimpin oleh Raja Guy de Lusignan yang membawa Salib Sejati sebagai jimat pasukan. Bagian belakang terdiri dari ordo (kristen) Templar yang dipimpin oleh Balian dari Ibelin. Namun bahasanya bercampur antara lnggris, Perancis dan beberapa bahasa Eropa lainnya. Seperti lazimnya tentara dari Eropa, mereka semua mengenakan baju zirah besi.
Salahuddin memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya, pasukannya membakar rumpus kering di sekelilingpasukan kristen yang sudah sangat kepanasan dan kehabisan air. Keesokan harinya, Salahuddin membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavaleri. Gunanya untuk membabat habis kuda-kuda tunggangan musuh. Tanga kuda dan payah karena kepanasan, pasukan kristen tampak menyedihkan.
Akibatnya sungguh mengenaskan bagi pasukan kristen. Hampir semua pasukan terbunuh. Raymond dari Tripoli dan Balian dari Ibelin berhasil lolos. Namun Raja Guy dan Reginald de Chatillon berhasil ditangkap. Jimat Salib Suci berhasil direbut pasukan muslim dan dibawa ke Damaskus sebagai barang rampasan. Terhadap semua tawanannya, Salahuddin memberi dua pilihan. Menerima Islam dan dibebaskan atau menolak tapi dieksekusi. Chatillon yang menolak langsung dipancung. Namun pilihan itu tidak herlaku bagi Raja Guy. Salahuddin memberi alasan, “Sesama raja tidak boleh saling membunuh!”
Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan kristen dan dibebaskan.

Yerusalem

Dari Hattin, Salahuddin bergerak membebaskan kota-kota Acre, Beirutdan Sidon di Utara. Dia juga bergerak membebaskan Jaffa, Caesarea, Arsuf hingga Ascalon di Selatan. Sekarang saatnya membebaskan kota impian, kota suci Yerusalem. Dalam membebaskan kota-kota tersebut, Salahuddin senantiasa mengedepankan jalan diplomasi, yaitupenyerahan kota secara sukarela, laripada pasukannya menyerbu kota.
MAKAM SEDERHANA -Sehagai pemimpin besar, Salahuddin terkenal amat sederhana. Saat wafat, ia hanya meninggalkan harta 66 Dirham Nasirian. Makamnya di Damaskus terlihat sederhana
MAKAM SEDERHANA -Sehagai pemimpin besar, Salahuddin terkenal amat sederhana. Saat wafat, ia hanya meninggalkan harta 66 Dirham Nasirian. Makamnya di Damaskus terlihat sederhana
PasukanSalahuddin mulai mengepung Yerusalem pads tanggal 26 September. Saat itu pasukan kristen di kota suci dipimpin olehBalian dari Obelindan mempertahankan kota dengan gigih. Namun pada tanggal 30 September, Salahuddin menerima tawaran perdamaian Balian. Yerusalem diserahkan dan orang kristen dibebaskan dengan tebusan tertentu.(Fragmen ini pernah di filmkan Hollywood dengan judul Kingdom of Heaven)
Salahuddin menunda masuk ke kota suci selama dua hari, menunggu hingga tanggal 2 Oktober 1187 ataubertepatan dengan tanggal 27 Rajah 583 H. Tanggal itu merupakan tanggal saat Nabi Muhammad SAW melakukan mikraj (perjalanan menembus langit untuk bertemu Allah SWT) dari Masjid al-Aqsa yang terdapat di Yerusalem.
Di kota ini, Salahuddin lagi-lagi menampilkan sikap yang adil dan bijaksana. Masjid al-Aqsa dan Kubah Batu (Dome of Rock) yang sempat dijadikan markas Ordo Templar dan gereja kristen, segera dibersihkan. Namun demikian, Gereja Makam Suci tetap dibuka dan ia tetap mempersilahkan umat kristen untuk melakukan ibadah dan aktifitas di situ. Demikian juga – kaum Yahudi tetap dipersilahkan beribadah dan melakukan aktifitas sewajarnya. Kebijakan ini sempat menerima tentangan dari pendukung-pendukungnya. Namun Salahuddin berujar, “Muslim yang bails harus memuliakan tempat ibadah agama lain!”
Kompleks pemakamannya terletak di sebuah masjid Ummayad di sebelah Utara masjid Agung Damaskus
Kompleks pemakamannya terletak di sebuah masjid Ummayad di sebelah Utara masjid Agung Damaskus
Salahuddin sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di masjid kecil bernamaAl-Khanagah di Via (jalan Do-lorossa, dekat Gereja Makam Suci. Kantornya terdiri dari dua ruangan berpene¬rangan minim yang luasnya nyaris talc mampu menampung 6 orang yang duduk berkeliling. Salahuddin sangat menghindari korupsi yang wring menghinggapi pars raja pemenang perang.
Setelah Salahuddin kembali menguasai Yerusalem, maka kota suci dari tiga agama (Yahudi, Kristen dan Islam) ini tidak berpindah tangan dari penguasa muslim hingga abed ke-20, Setelah Perang Dunia I, ketika daerah Palestina dikuasai Inggris dan akhirnya diserahkan pada kaumYahudi untuk dibentuk negara Israel.
Salahuddin juga berhasil mempertahankan Yerusalem dari serbuan prajurit kristen pimpinan Richard “Si Hati Singa“. Richard mengepung Yerusalem dua kali, yaitu bulan Desember 1191 dan bulan Juni 1192. Namun Salahuddin mampu membuat Richard frustasi dan akhirnya kembali ke Eropa tanpa pernah menyentuh tanah Yerusalem.
Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazahnya sempat terperangah karena ternyata Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan panglima alim tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar